Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau (termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak
berpenghuni). Beragam kekayaan alam, budaya, suku, dan bahasa yang terdapat di
Indonesia, tetapi keragaman itulah yang membuat Indonesia menjadi lebih
berwarna. Selain itu, Indonesia juga memiliki jumlah penduduk yang besar yaitu
249,9 juta (2013). Jumlah penduduk yang besar inilah yang dapat menyebabkan
satu dari sekian permasalahan yang masih belum terselesaikan hingga saat ini
yaitu kemacetan.
Kemacetan tidak pernah lepas dari keseharian kita, terutama di kota –
kota besar. Kemacetan adalah situasi
atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas. Penyebabnya adalah karena tidak mempunyai transportasi publik yang baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya
kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk dan masih banyak penyebab lainnya.
Dari kemacetan inilah banyak sekali menimbulkan kecelakaan yang tentu saja sangat
tidak diinginkan.
Selain dari penyebab
yang kita tahu sebelumnya, terdapat penyebab utama kemacetan tersebut yaitu banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Coba kita lihat
kendaraan yang memenuhi lalu lintas di Indonesia, mayoritas dipenuhi oleh
kendaraan produk dari Jepang seperti Toyota, Honda, dan masih banyak lagi,
benar tidak? Ya, itu semua benar. Jepang menempati peringkat ke – 4 negara
pengekspor terbesar di dunia termasuk di bidang transportasi itu sendiri. Oleh
karena itu, di Indonesia juga dipenuhi dengan hasil produksi transportasi dari
jepang tersebut.
Seperti yang kita
ketahui, penyebab utama kemacetan adalah banyaknya jumlah kendaraan yang
melebihi kapasitas jalan, dengan kata lain apakah negara Jepang dapat kita
salahkan atas semua kemacetan yang terjadi di negeri kita ini? Jawabannya adalah
tidak. Kenapa? Di negara Jepang sendiri yang kita tahu tidak pernah terjadi
kemacetan yang signifikan, padahal merekalah yang memproduksi kendaraan
tersebut. Lalu siapakah yang seharusnya kita salahkan? Kita tidak tahu. Dimana
– mana orang saling menyalahkan satu sama lain, baik itu masyarakat yang
menyalahkan pemerintah karena tidak memfasilitasi transportasi publik dengan
baik, pemerintah menyalahkan masyarakat karena masyarakat banyak melanggar
peraturan lalu lintas, ataupun masyarakat saling menyalahkan karena masing – masing pribadi merasa haknya
di lalu lintas diganggu seperti mengambil jalur orang lain.
Banyak kebijakan
yang telah dilakukan pemerintah untuk mencegah kemacetan tersebut seperti upaya peningkatan kapasitas jalan, perbaikan
manajemen konstruksi berskala besar (jalan tol, busway, dsb) yang disertai
dengan pengawasan yang ketat dalam rangka mengurangi hambatan-hambatan
sirkulasi dan upaya lainnya. Tetapi, kenyataannya kita masih belum melihat
perubahan yang nyata dari upaya tersebut.
Saat ini, hal yang
terbaik dilakukan adalah menyadari peran kita masing – masing baik kita sebagai
masyarakat maupun sebagai pemerintah. Sebagai masyarakat yang dapat kita
lakukan adalah mengikuti tata tertib lalu lintas yang telah ditetapkan oleh Undang
– Undang lalu lintas dengan baik, tidak mementingkan kepentingan sendiri, dan
masyarakat lebih menggunakan alat transportasi dengan mengutamakan kebutuhan
daripada keinginan untuk mengurangi jumlah kendaraan di jalan raya. Hal ini
sangat dibutuhkan sekali karena disini masyarakatlah yang berperan sebagai
pengguna jalan. Selain masyarakat, hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk
mencegah kemacetan adalah dengan menerapkan aturan – aturan seperti negara maju
yang berhasil mengatasi kemacetan di negaranya. Contohnya adalah di negeri Sakura, mereka memproduksi kendaraan setiap harinya
tetapi sistem yang mengatur kendaraan itu sendiri berjalan dengan sangat
teratur. Padahal penduduk di Tokyo, ibu kota Jepang, lebih padat dibandingkan
di kota – kota besar di Indonesia. Bagaimana Jepang melakukan hal tersebut?
Pertama, Jepang memberikan sanksi yang berat kepada siapa saja yang melanggar
lalu lintas. Kedua, untuk memperoleh SIM di Jepang, peserta harus melewati
ujian tertulis dan ujian praktek. Biaya pembuatan SIM (unten menkyou) 300.000
Yen atau sekitar Rp 30.000.000,- lebih. Ketiga, dalam menegakkan hukum Jepang
tidak tebang pilih, tidak peduli yang melanggar itu pejabat atau masyarkat
biasa. Keempat, penyediaan prasarana dan sarana lalu lintas sangat memadai. Kelima, masyarakat Jepang mempunyai budaya disiplin
dalam berlalu lintas.
Setelah melihat hal diatas, banyak sekali bukan yang dapat kita lakukan
dalam mencegah kemacetan tersebut? Ya, tentu saja. Kita tahu bahwa kemacetan
itu sangat sulit untuk kita hindari, tetapi hal itu dapat teratasi apabila kita
menanamkan dalam diri kita bahwa kita menginginkan perubahan yang lebih baik
maka hal tersebut dapat teratasi.
0 komentar:
Posting Komentar